2.1
Pengertian Konseling Behavior
Pendekatan konseling behavior merupakan penerapan berbagai macam tehnik dan
prosedur yang berakar dari berbagai teori tentang belajar. Dalam prosesnya
pendekatan ini menyertakan penerapan yang sistematis, prinsip-prinsip belajar
pada pengubahan tingkah laku ke arah cara-cara yang lebih adaptif. Pendekatan
ini telah memberikan kontribusi yang berarti, baik dalam bidang klinis maupun
bidang pendidikan.
Pendekatan konseling behavioral
meletakkan kepedulian kepada upaya perubahan tingkah laku. Sebagai sebuah
pendekatan yang relative baru, perkembangannya sejak tahun 1960-an, konseling
behavioral telah implikasi yang amat besar dan spesifik pada teknik dan
strategi konseling dan dapat diintegrasikan ke dalam pendekatan yang
lain.
Konseling behavioral ini
dikembangkan atas reaksi terhadap pendekatan psikoanalisis dan aliran-aliran
Freudian. Menurut pendekatan ini, teknik asosiasi bebas, analisis transferensi,
dan teknik-teknik analisis sebagaimana yang diterapkan psikoanalisis tidak
banyak membantu mengatasi nasalah tingkah laku klien.
Dewasa ini, pendekatan konseling
behavioral berkembang pesat dengan dikembangkannya sejumlah teknik-teknik
pengubahan tingkah laku, baik yang menekankan aspek fisiologis, tingkah laku,
maupun kognitif. Para pengembang konseling behavioral berkeyakinan bahwa
konseling behavioral dapat menangani masalah tingkah laku mulai dari kegagalan
individu untuk belajar merespon secara adaptif hingga mengatasi gejala
neurosis. Salah satu aspek penting dari gerakan konseling behavioral, yaitu
penekananya pada tingkah laku yang bias didefinisikan secara operasional, dapat
diamati, dan dapat diukur. Perubahan tingkah laku nyata sebagai criteria
spesifik keberhasilan konseling memberikan kemungkinan bagi evaluasi langsung
dan segera terhadap keberhasilan konseling behavioral.Cukup banyak para pakar
yang telah berjasa mengembangkan pendekatan konseling behavioral, antara lain
Wolpe, Lazarus, Bandura, Krumboltz dan Thoresen.
2.2 Konsep Dasar
2.2.1 Pandangan tentang Manusia
Dalam pandangan behavioral manusia pada hakikatnya bersifat mekanistik atau
merespon kepada lingkungan dengan kontrol yang terbatas, hidup dalam alam
deterministik dan sedikit peran aktifnya dalam memilih martabatnya. Manusia
memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya
penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan,
melalui hukum-hukum belajar pembiasaan klasik, pembiasaan operan, dan peniruan.
Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil
belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi
kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
Manusia cenderung akan mengambil stimulus yang menyenangkan dan
menghindarkan stimulus yang tidak menyenangkan, sehingga dapat menimbulkan
tingkah laku yang salah atau tidak sesuai. Banyak tingkah laku yang menyimpang
karena individu hanya mengambil sesuatu yang disenangi dan menghindar dari yang
tidak disenangi.
2. 2.2 Pandangan tentang Kepribadian
Hakikat kepribadian menurut pendekatan behavioral adalah tingkah laku.
Selanjutnya diasumsikan bahwa tingkah laku dibentuk berdasarkan hasil dari
segenap pengalamannya yang berupa interaksi invidu dengan lingkungannya.
Kepribadian seseorang merupakan cerminan dari pengalaman, yaitu situasi atau
stimulus yang diterimanya. Merujuk asumsi ini maka untuk memahami kepribadian
manusia tidak lain adalah mempelajari dan memahami bagaimana terbentuknya suatu
tingkah laku.
a. Teori Pengkondisian Klasik
Menurut teori ini tingkah laku manusia merupakan fungsi dari stimulus.
Eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap anjing telah menunjukkan bahwa
tingkah laku belajar terjadi karena adanya asosiasi antara tingkah laku dengan
lingkungannya. Belajar dengan asosiasi ini biasanya disebut classical
conditioning. Pavlov mengklasifikasikan lingkungan menjadi dua
jenis, yaitu Unconditioning Stimulus(UCS) dan Conditioning Stimulus
(CS). UCS adalah lingkungan yang secara alamiah menimbulkan respon tertentu
yang disebut sebagai Unconditionting Respone (UCR), sedangkan CS tidak otomatis
menimbulkan respon bagi individu, kecuali ada pengkondisian tertentu. Respon
yang terjadi akibat pengkondisian CS disebut Conditioning Respone (CR).
Dalam eksperimen tersebut ditemukan bahwa tingkah laku tertentu dapat
terbentuk dengan suatu CR, dan UCR dapat memperkuat hubungan CS dengan CR.
Hubungan CS dengan CR dapat saja terus berlangsung dan dipertahankan meskipun
individu tidak disertai oleh UCS dan dalam keadaan lain asosiasi ini dapat
melamah tanpa diikuti oleh UCS.
Eksperimen yang dilakukan Pavlov ini dapat digunakan untuk menjelaskan
pembentukan tingkah laku manusia. Gangguan tingkah laku neurosis khususnya
gangguan kecemasan dan phobia banyak terjadi karena aosiasi antara stimulus
dengan respon individu. Pada mulanya lingkungan yang menjadi sumber itu
bersifat netral bagi individu, tetapi karene terkondisikan bersamaan dengan UCS
tertentu, maka dapat memunculkan tingkah laku penyesuaian diri yang salah.
Dalam pembentukan tingkah laku yang normal dapat terjadi dalam perilaku rajin
belajar misalnya, yang terbentuk karena adanya asosiasi.
b. Teori Pengkondisian Operan
Teori pengkondian yang dikembangkan oleh Skinner ini menekankan pada peran
lingkungan dalam bentuk konsekuensi-konsekuensi yang mengikuti dari suatu
tingkah laku. Menurut teori ini, tingkah laku individu terbentuk atau
dipertahankan sangat ditentukan oleh konsekuensi yang menyertainya. Jika
konsekuensinya menyenangkan maka tingkah lakunya cenderung dipertahankan dan diulang,
sebaliknya jika konsekuensinya tidak menyenangkan maka tingkah lakunya akan
dikurangi atau dihilangkan. Dari prinsip ini dapat dipahami bahwa tingkah laku
bermasalah dapat terjadi dan dipertahankan oleh individu di antaranya karena
memperoleh konsekuensi yang menyenangkan yang berupa ganjaran dari
lingkungan. Konsekuensi yang tidak tidak menyenangkan yang berupa hukuman
tidak cukup kuat untuk mengurangi atau melawan ganjaran yang diperoleh dari
lingkungan lainnya. Dipertegas oleh Skinner bahwa tingkah laku operan sebagai
tingkah laku belajar merupakan tingkah laku yang non reflektif, yang memiliki
prinsip-prinsip yang lebih aktif dibandingkan dengan pengkondisian klasik.
c. Teori Peniruan
Asumsi dasar teori yang dikembangkan oleh Bandura ini adalah bahwa tingkah
laku dapat terbentuk melalui observasi model secara langsung yang disebut
dengan imitasi dan melalui pengamatan tidak langsung yang disebut dengan vicarious
conditioning. Tingkah laku yang terbentuk karena mencontoh langsung maupun
mencontoh tidak langsung akan menjadi kuat kalau mendapat ganjaran.
Paparan kerangka teori behavioral di atas menunjukkan bahwa tingkah laku
yang tampak lebih diutamakan dibadingkan dengan sikap atau perasaan individu.
2.3
Teori pengambilan keputusan karir behavioral Krumboltz
Teori ini mengenali
empat kategori faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan karir seseorang,
yaitu :
a. Faktor genetik
Faktor
ini dibawa dari lahir berupa wujud dan keadaan fisik dan kemampuan. Keaaan diri
bisa membatasi preferensi atau ketrampilan seseorang untuk menyusun rencana pendidikan
dan akhirnya untuk bekerja. Teori ini 15 mengatakan bahwa orang-orang tertentu
terlahir memiliki kemampuan besar atau kecil, untuk memperoleh manfaat dari pengalaman-pengalamannya
dengan lingkungan, sesuai dengan keadaan dirinya. Kemampuan-kemampuan khusus seperti
kecerdasan, bakat musik, demikianpun gerak otot, merupakan hasil interaksi
pradisposisi bawaan dengan lingkungan yang dihadapi sesorang.
b. Kondisi
lingkungan
Faktor
lingkungan yang berpengaruh pada pengambilan keputusan kerja ini, berupa
kesempatan kerja, kesempatan pendidikan dan pelatihan, kebijakan dan prosedur
seleksi, imbalan, undang-undang dan peraturan perburuhan, peristiwa alam,
sumber alam, kemajuan teknologi, perubahan dalam organisasi sosial, sumber
keluarga, sistem pendidikan, ingkungan
tetangga dan masyarakat sekitar, pengalaman belajar. Faktor-faktor ini umumnya ada
di luar kendali individu, tetapi pengaruhnya bisa direncanakan atau tidak bisa
direncanakan.
c. Faktor
belajar
Kegiatan
yang paling banyak dilakukan manusia adalah belajar. Ini dilakukan hampir
setiap waktu sejak masa bayi, bahkan ada ahli yang mengatakan sejak di dalam
kandungan. Ada 2 jenis belajar, yaitu belajar instrumental dan asosiatif.
Belajar instrumental adalah belajar yang terjadi melalui pengalaman orang waktu
berada di suatu lingkungan dan ia mengerjakan langsung (berbuat sesuatu,
mereaksi terhadap) lingkungan itu, dan ia mendapatkan sesuatu sebagai hasil
dari tindak perbuatanyaa itu, yaitu hasil yang dapat diamatinya. Ada tiga komponen
pengalaman belajar yaitu anteseden, respons, dan konsekuensi. Anteseden
ialah segala sesuatu mengenai diri, lingkungan, kejadian yang hadir 16 sebelum
atau mendahului dan ada sangkut pautnya dengan perbuataan (respons) itu.
Respons perbuataan ialah apa yang dilakukan orang, baik yang tampak maupun
yang tidak. Konsekuensi ialah segala apa yang terjadi setelah perbuatan dilakukan
atau tindakan diambil, yang kelihatan langsung sebagai hasil atau akibat, yang
tidak kelihatan. Belajar asosiatif adalah pengalaman dimana orang mengamati
hubungan antara kejadian-kejadian dan mampu memprediksi apa konsekuensinya.
d. Ketrampilan menghadapi tugas atau masalah
Ketrampilan
ini dicapai sebagai buah interaksi atau pengalaman belajar, ciri genetik,
kemampuan khusus, dan lingkungan. Termasuk di dalam ketrampilan ini adalah
standar kinerja, nilai kinerja, kebiasaan kerja, proses persepsi dan kognitif, set,
mental, respons emosional. Dalam pengalamannya, individu menerapkan ketrampilan
ini unutk menghadapi dan menangani tugas-tugas baru.
Teori ini
berasumsi bahwa kepribadian individu dan perilaku yang dimiliki seseorang
timbul dari pengalaman belajar yang unik. Pengalaman belajar ini terdiri dari
kontak antara analisis kognitif yang positif dan even-even yang menguatkan
secara negatif (Mitchell & Krumboltz, 1984b, hal. 235).
Pengalaman
belajar yang terdiri dari adanya pengaruh kognitif yang positif dimaksudkan
adalah variabel berikut:
- Atribut
pembawaan, seperti ras, gender hal lainnya serta kemampuan bawaan seperti
keterampilan, keintelektualan serta perilaku.
- Kondisi
lingkungan sosial, seperti kehidupan sosial, pengalaman individu dalam
kerja, pelatihan, kebijakan sosial serta pengalaman kerja dari orang lain,
yang mempengaruhi pemilihan kerja.
- Pengalaman
belajar di masa lalu, dibagi menjadi 2 tipe yaitu pengalaman belajar
asosasi yang mana individu mengamati keterkaitan antara kejadian da mampu
untuk memprediksi segala kemungkinan. Pengalaman belajar secara aplikasi,
individu mampu mengaplikasikan di lingkungan secara langsung dengan hasil
yang dapat diobservasi.
- Skill
dalam pendekatan tugas, melalui pengalaman bahwasanya seperti pemecahan
masalah, skill, kebiasaan kerja, mental set, respon emosional serta proses
kognitif.
Krumboltz
mengatakan bahwa secara potensial penyebab kesusahan dalam membuat pemilihan
karir yang bersumber dari penggeneralisasian yang salah, pembandingan diri
dengan satu orang, perkiraan yang dilebih-lebihkan dalam hasil dampak
emosional, menggambarkan hubungan sebab akibat yang salah, ketidak acuhan dalam
hubungan fakta dan memberikan kecendrungan yang tak pantas kepada even yang
lemah kemungkinannya. Maka Krumboltz percaya bahwa beberapa dari hal ini
berhubungan kepada fakta kesusahan dalam menentukan pemilihan karir.
Pada
akhirnya Krumboltz, mengatakan adanya metode untuk mengidentifikasi dan
bertindak terhadap kepercayaan pribadi dan pengidentifikasian stress. Yang
terdiri dari diantaranya (Krumboltz, 1983; Mitchell & Krumboltz, 1984):
- Asesmen terhadap isi dari observasi diri klien
dan pandangannya terhadap lingkungan
- Proses
dari masalah tersebut muncul
- Wawancara
terstruktur
- Thought
Listing (Daftar Pikiran Klien)
- Imagery
(perumpamaan)
- Simulasi
pemilihan karir
- Menggunakan
film yang berhubungan dengan pemecahan masalah untuk membantu klien
- Pengunaan
carrer beliefs inventory (Krumboltz, 1988a), untuk mengindentifikasi
prasangka yang menghambat orang dalam mencapai tujuan karirnya.
2.4 Aplikasi Teori Behavioral Krumboltz
Krumboltz dan Baker (1973)
mengidentifikasi beberapa langkah yang terlibat dalam konseling karir yaitu
- Menjelaskan
masalah dan tujuan
- Mengidentifikasi
bermacam solusi
- Mengumpulkan
informasi tentang masalah yang telah dikenali
- Menguji
kemungkinan hasil dari pilihan yang beragam
- Mengevaluasi
ulang tujuan, menentukan
- Menyamaratakan
semua proses kepada masalah yang baru
Masalah karir klien sering
berhubungan kepada ketidakmampuan individu untuk membuat pemilihan yang
berhubungan dengan apa yang dibutuhkan dalam karirnya (Krumboltz and Thoresen,
1969). Crites (1981) memberikan beberapa point mengenai masalah klien yang
berhubungan dalam konseling karir yang termasuk dalamnya beberapa kombinasi
yaitu:
- Ketidakjelasan
tujuan
- Adanya
penghalang dalam aktifitas
- Adanya
ketakutan akan kemungkinan kegagalan
- Konflik
dalam pilihan
Keempat point ini adalah diantaranya
item dalam Skala Pilihan Karir (Osipow, Carney, Win;er, Yanico and Koschier,
1976; Osipow, 1980), sebagai instrument yang didesain untuk mengukur
kebimbangan karir terdahulu dengan differential-diagnosis-treatment.
Krumboltz et al. menekankan bahwa
pengalaman belajar yang unik dari masing-masing individu selama hidupnya
menyebabkan berkembangnya pengaruh-pengaruh primer yang mengarahkan pilihan
kariernya. Pengaruh tersebut mencakup:
a. Penggeneralisasian
self berdasarkan pengalaman dan kinerja yang terkait dengan standar yang
dipelajari,
b. Keterampilan
yang dipergunakan dalam menghadapi lingkungan, dan
c. Perilaku
memasuki karier seperti melamar pekerjaan atau memilih lembaga pendidikan atau
pelatihan.
Pembentukan keyakinan dan generalisasi individu
merupakan hal yang sangat penting dalam model social-learning. Peranan konselor
adalah menelusuri asumsi-asumsi dan keyakinan individu dan mengeksplorasi
alternative keyakinan dan tindakan yang perlu dilakukan. Membantu individu
memahami sepenuhnya validitas keyakinan individu merupakan komponen utama model
social-learning. Secara spesifik, konselor sebaiknya berusaha mengatasi
masalah-masalah berikut:
a.
Individu mungkin
tidak dapat mengakui bahwa masalah yang dihadapinya dapat diatasi (mereka
berasumsi bahwa sebagian besar masalah merupakan bagian dari kehidupan yang
normal dan tidak dapat diatasi).
b.
Individu mungkin
tidak dapat melakukan upaya yang dibutuhkan untuk membuat keputusan atau
memecahkan masalah (mereka tidak banyak berusaha mengeksplorasi alternatif).
c.
Individu mungkin
tidak menyadari adanya alternative yang memuaskan (mereka melakukan
overgeneralisasi asumsi yang salah).
d.
Individu mungkin
memilih alternative yang buruk atau alas an yang tidak tepat (individu tidak
mampu mengevaluasi karier secara realistic karena keyakinan yang salah dan
ekspektasi yang tidak relistik).
e.
Individu mungkin
mengalami kekecewaan dan kecemasan akibat persepsi bahwa mereka tidak dapat
mencapai tujuan yang diinginkannya (tujuannya mungkin tidak realistik atau
konflik dengan tujuan lain).
Krumboltz
et al. juga memberikan beberapa observasi untuk konseling karier sebagai
berikut:
- Pembuatan
keputusan karier merupakan keterampilan yang dipelajari.
- Individu
yang mengaku telah melakukan pilihan karier memerlukan bantuan juga
(pilihan kariernya mungkin telah dilakukan berdasarkan informasi yang
tidak akurat dan alternative yang keliru).
- Keberhasilan
diukur berdasarkan keterampilan yang telah ditunjukkan mahasiswa dalam membuat
keputusan (diperlukan evaluasi terhadap keterampilan membuat keputusan).
- Klien
berasal dari berbagai macam kelompok.
- Klien
tidak usah merasa bersalah jika mereka tidak yakin tentang karier apa yang
harus dimasukinya.
- Tidak
ada satu okupasi yang dapat dipandang tepat untuk semua orang.
2.5 Kelebihan dan Kelemahan Teori
Behavioral Kurlmboltz
a. Kelebihan :
1) Pendekatan
ini menekankan bahwa proses konseling dipandang sebagai proses belajar yang
akan menghasilkan perubahan perilaku konseli secara nyata.
2) Pendekatan
ini menunjukkan fleksibilitas yang besar, karena tujuan konseling dan prosedur
yang diikuti untuk sampai pada tujuan tersebut disesuaikan dengan kebutuhan
konseli.
3) Pendekatan
ini akan membantu individu untuk bisa membekali dirinya untuk mencegah timbulny
persoalan kejiwaan.
b. Kelemahan:
1) Pendekatan
ini tidak bermanfaat untuk kasus-kasus berkaitan dengan kehilangan makna dalam
hidup. Dengan kata lain, konseling ini hanya menangani kasus berupa cara
bertingkah laku yang salah/tidak sesuai.
Daftar pustaka
http://www.maribelajarbk.web.id/2013/12/konsep-dasar-pendekatan-konseling_29.html
http://puspitamms-phid.blogspot.com/2012/01/perbedaan-teori-teori-konseling.html