
PROFESI
KONSELING
PAPER
disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah Dasar-Dasar Konseling
Dosen
Pengampu:
Mungin Eddy Wibowo
Drs.
Suharso, M.Pd.,Kons.
Oleh
Ani Isnani
1301414068
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
KONSELING
SEBAGAI HELPING RELATIONSHIP
Amat
banyak hubungan antar manusia yang mengandung unsur-unsur pemberian bantuan.
Ini memang diperlukan karena berbagai kondisi dilematis, konflik, ataupun
krisis yang dialami individu dan perlu bantuan segera. Akan tetapi, atas sifat
dan ciri-cirinya, tidak semua pemberian bantuan dapat dibuat profesional.
Upaya
pemberian bantuan, selanjutnya disebut helping, di Indonesia tetap begitu.
Yang dibicarakan disini adalah yang profesional sifatnya. Menurut Mc Cully,
suatu profesi helping dimaknakan sebagai adanya seseorang, didasarkan
pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu pertemuan
khusus dengan orang lain dengan maksud agar orang lain akan memungkinkan lebih
efektif menghadapi dilema-dilema, pertentangan yang merupakan ciri khas kondisi
manusia.
Suatu helping
relation ditandai oleh ciri-ciri dasar tertentu. Pandangan Bruce Shertzer
dan Sally C Stone yang diadaptasi disini, mengenai ciri-ciri helping relation adalah:
1. Helping
relation adalah penuh makna, bermanfaat.
2. Afeksi
sangat mencolok dalam helping relation.
3. Keutuhan
pribadi tampil atau terjadi dalam helping relation.
4. Helping
relation terbentuk melalui kesepakatan bersama individu-individu yang
terlibat.
5. Hubungan
terjalin karena individu yang hendak dibantu membutuhkan informasi, pelajaran,
bantuan, pengalaman dan perawatan dari orang lain.
6. Helping
relation dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
7. Struktur helping
relation adalah jelas atau gamblang.
8. Upaya-upaya
yang bersifat kerja sama menandai helping relation.
9. Orang-orang
dalam helping relation dapat dengan mudah ditemui atau didekati dan
terjamin ajeg sebagai pribadi.
10. Perubahan
merupakan tujuan hubungan konseling.
Konseling
pada dasarnya merupakan helping relation (hubungan yang membantu). Menurut
Shertzer and Stone (1987) mengemukakan bahwa keberhasilan dan kegagalan proses
konseling ditentukan oleh tiga hal, yakni:
1. kepribadian
klien
Kepribadian
klien sangat berperan penting untuk menentukan keberhasilan proses konseling.
Aspek-aspek kepribadian klien seperti: sikap, emosi, intelektual, dan motivasi
perlu mendapatkan perhatian dengan sebaik-baiknya. Seorang klien yang cemas
ketika sedang berhadapan dengan konselor akan terlihat dari prilakunya. Seorang
konselor yang baik tentu harus berusaha menentramkan kecemasan kliennya dengan
berbagai cara. Dalam istilah konseling dikenal dengan sebutan teknik attending
yaitu keterampilan menghampiri, menyapa, dan membuat klien betah dan mau
berbicara dengan konselor. Ataupun bisa dengan cara mengungkapkan
perasaan-perasaan cemas kliennya semaksimal mungkin dengan cara menggali atau
mengeksplorasi, sehingga keluar dengan leluasa bahkan mungkin sampai klien
tersebut mengeluarkan air mata, sehingga klien dapat mencurahkan semua
permasalahan yang dihadapinya kepada konselor.
2. harapan
klien, dan
Harapan
klien. Dapat diartikan sebagai adanya kebutuhan yang ingin terpenuhi melalui
proses konseling. Pada umumnya, harapan klien terhadap proses konseling adalah
untuk memperoleh informasi, menurunkan kecemasan, memperoleh jawaban dan
mencari solusi dari persoalan yang sedang dialami serta mendapatkan petunjuk
dan arahan bgaimana dirinya menjadi lebih baik dan lebih berkembang. Sebagai
konselor yang baik, tentu kita harus pandai dan terampil mengarahkan dan
memupuk harapan terbimbing (subyek didik) ke arah yang lebih realistis. Bahwa
dengan melakukan bimbingan diharapkan dapat menjadi jalan merubah dirinya ke
arah yang lebih baik.
3. pengalaman/pendidikan
klien.
Pengalaman dan
pendidikan klien. Pengalaman dan pendidikan klien merupakan faktor yang turut
menentukan keberhasilan proses konseling. Dengan pengalaman dan pendidikan
tersebut, klien akan lebih mudah menggali dirinya sehingga persoalannya makin
jelas dan upaya pemecahannya makin terarah. Pengalaman klien dalam kegiatan
konseling bisa digali melalui kegiatan berkomunikasi, seperti wawancara dan
berdiskusi sehingga klien secara terbuka mau menceritakan semua permasalahan
yang dihadapinya. Dengan demikian konselor akan dapat terbantu dalam merumuskan
dan menentukan langkah selanjutnya yang diperlukan oleh klien untuk menunjang
keberhasilan proses konseling.
Dari
ketiga hal yang telah diuraikan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa tahap-tahap
konseling dapat dilakukan seperti di bawah ini:
a) Tahap
awal, meliputi kegiatan attending (keterampilan menghampiri, menyapa, dan
membuat klien betah dan mau berbicara dengan konselor), empati primer dan
advance (berempati terhadap masalah yang dihadapi klien), refleksi perasaan (upaya
untuk menangkap perasaan, pikiran, dan pengalaman klien kemudian
merefleksikannya kembali pada klien), eksplorasi perasaan, pengalaman dan ide,
menangkap ide-ide/pesan-pesan utama, bertanya terbuka, mendefinisikan masalah
bersama klien, dorongan minimal (minimal encouragement).
b) Tahap
pertengahan, teknik yang dibutuhkan pada tahap ini adalah: memimpin (leading),
memfokuskan (focusing), mendorong (supporting), menginformasikan (informing),
memberi nasehat (advising), menyimpulkan sementara (summarizing), dan bertanya
terbuka (open question).
c) Tahap
ahir, tahap ini disebut tahap konseling (action). Teknik yang dapat digunakan
pada tahap ini adalah: menyimpulkan, memimpin, merencanakan, mengevaluasi dan
mengakhiri proses konseling.
Daftar
Pustaka
Sugiharto, D.Y.P. dan
Mulawarman. 2007. Psikologi Konseling. Semarang: Unnes Press.
Latipun, Psikologi
Konseling (Malang: universitas Muhammadiah Malang: 2001)
Sofyan S. willis.
Konseling Individual Teori dan Praktek (Bandung: Alfabeta: 2004)
(diambil
pada tanggal 23 Maret 2015)
00.48
Unknown
0 komentar :
Posting Komentar