SKALA PSIKOLOGIS
Paper
Disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah
Pemahaman
Individu
Dosen
Pengampu:
Drs.Heru
Mugiarso,MPd,Kons
Oleh:
Wawan
Widhianto (1301411069)
Kartikaningsih (1301413027)
Dije
Zarazka Kristy (1301414067)
Ani
Isnani (1301414068)
Yuyun
Sundari (1301414075)
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2015
SKALA
PSIKOLOGIS
1. Pengertian
skala psikologis
Skala psikologis adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengukur atribut efektif. Kelebihan skala psikologis antara
lain adalah: data yang diungkap oleh skala psikologis berupa konstrak atau
konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu, respon tidak
diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” dan “salah”, semua jawaban dapat
diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh, stimulus berupa
pertanyaan biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan., dan
sekalipun responden memahami isi pertanyaan, biasanya tidak menyadari arah
jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan yang sesungguhnya diungkap oleh
peneliti (Azwar, 2006:4-6).
Sedangkan kelemahannya yaitu: atribut
psikologis bersifat laten/ tidak dampak, item dalam skala psikologis didasari
oleh indikator-indikator prilaku yang jumlahnya terbatas. Respon yang diberikan
oleh subyek sedikit-banyak dipengaruhi oleh variabel yang tidak relevan seperti
suasana hati subyek. Kondisi dan situasi sekitar, kesalahan prosedur
administrasi, dan semacam atribut psikologis yang terdapat dalam diri manusia stabilitasnya
tidak tinggi, dan interpretasi terhadap hasil ukur psikologis hanya dapat
dilakukan secara normatif (Azwar, 2006: 2).
2. Pilihan
jawaban pada skala psikologis
Pada skala terdapat lima pilihan jawaban
yang terdiri dari jawaban sangat sesuai (SS), sesuai (S), kurang sesuai (KS),
tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS). Pemberian skor digunakan
untuk mengetahui distribusi masing-masing variabel. Adapun kategori jawaban
untuk skala psikologis sebagai berikut:
Tabel 3.2
Kategori
Jawaban Isntrumen Penelitian
|
Alternatif (+)
|
Skor
|
Alternatif (-)
|
Skor
|
|
Sangat Sesuai
(SS)
|
5
|
Sangat Sesuai
(SS)
|
1
|
|
Sesuai (S)
|
4
|
Sesuai (S)
|
2
|
|
Kurang Sesuai
(KS)
|
3
|
Kurang Sesuai
(KS)
|
3
|
|
Tidak Sesuai
(TS)
|
2
|
Tidak Sesuai
(TS)
|
4
|
|
Sangat Tidak
Sesuai (STS)
|
1
|
Sangat Tidak
Sesuai (STS)
|
5
|
(Sugiyono,
2010.135)
3. Karakteristik
skala psikologis
Sebagai alat ukur, skala psikologi
memilik karakteristik khusus yang membedakannya dari berbagai bentuk alat
pengumpulan data yang lain seperti angket (questionnaire), daftar isian,
inventori, dan lain-lainnya. Meskipun dalam percakapan sehari-hari biasanya
istilah skala disamakan saja dengan istilah tes namun (dalam pengembangan
instrumen ukur) umumnya istilah tes digunakan untuk penyebutan alat ukur
kemampuan kognitif sedangkan istilah skala lebih banyak dipakai untuk menamakan
alat ukur aspek afektif.
Oleh karena itu, dapat diuraikan
beberapa di antara karakteristik skala sebagai alat ukur psikologi, yaitu:
1) Stimulusnya
berupa pertanyaan atau pernyataan yang tidak langsung mengungkap atribut yang
hendak diukur melainkan mengungkap indikator perilaku dari atribut yang
bersangkutan. Dalam hal ini, meskipun subjek yang diukur memahami pertanyaan
atau pernyataannya namun tidak mengetahui arah jawaban yang dikehendaki oleh
pertanyaan yang diajukan sehingga jawaban yang diberikan akan tergantung pada
interpretasi subjek terhadap pertanyaan tersebut dan jawabannya lebih bersifat
proyektif, yaitu berupa proyeksi dari perasaan atau kepribadiannya.
2) Dikarenakan
atribut psikologis diungkap secara tidak langsung lewat indikator-indikator
perilaku sedangkan indikator perilaku diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem,
maka skala psikologi selalu berisi banyak aitem. Jawaban subjek selalu terhadap
satu aitem baru merupakan sebagian dari banyak indikasi mengenai atribut yang
diukur, sedankan kesimpulan akhir sebagai suatu diagnosis baru dapat dicapai
bila semua aitem telah direspons.
3) Respons
subjek tidak diklasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”. Semua
jawaban dapat diterima sepanjang diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.
Hanya saja, jawaban yang berbeda akan diinterpretasikan berbeda pula.
Kedua karakteristik tersebut di atas
oleh Cronbach (1970) disebut sebagai ciri pengukuran terhadap performansi
tipikal (typical performance), yaitu performansi yang menjadi karakter tipikal
seseorang dan cenderung dimunculkan secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk
respons terhadap situasi-situasi tertentu yang sedang dihadapi. Dalam penerapan
psikodiagnostika, skala-skala performansi tipikal digunakan untuk pengungkapan
aspek-aspek afektif seperti minat, sikap, dan berbagai variabel kepribadian
lain semisal agresivitas, self-esteem, locus of control, motivasi belajar,
kepemimpinan, dan lain sebagainya.
4. Tahap
– tahap penyusunan skala psikologis
Menurut
Saifuddin Azwar (2005: 11) dalam bukunya Anwar Sutoyo menunjukan bahwa alur
kerja dalam penyusunan skala psikologis yaitu sebagai berikut:
a. Penetapan
Tujuan
Sedikit berbeda dengan
penyusunan angket, dalam menetapkan ujuan skala psikologis disarankan agar pada
tahap penetapan tujuan ini dimulai dari identifikasi yujuan ukur, yaitu memilih
suatu definisi dan mengenal teori yang mendasari konstruk psikologis atribut
yang hendaka diukur.
b. Operasionalisasi
Konsep
Pada tahap ini,
peneliti melakukan tahap pembatasan kawasan (domain) ukur berdasarkan konstruk
yang didefinisikan oleh teori yang bersangkutan. Pembatasan ini harus
diperjelas dengan mengraikan komponen – komponen atau dimensi – dimensi yang
ada dalam aribut termaksud. Dengan mengenali batasan ukur dan adanya dimensi
yang jelas, maka skala akan mengukur secara komprehensif dan relevan, yang pada
giliranya akan menunjang validitas isi skala.
c. Pemilihan
Bentuk Stimulan
Sebelum penulisna item
dimulai, penusunan skala psikologi perlu menetapkan bentuk atau format stimulus
yang hendak digunakan. Bentuk stimulus ini berkaitan dengan metode
penskalaannya.dalam pemilihan bentuk penskalaan biasanya lebih bergantung pada
kelebihan teoritis dan mafaat praktis format yang bersangkutan. Hal ini berbeda
dengan pengembangan tes – tes kemampuan kognitif yang dalam pemilihan formatnya
perlu mempertimbangkan berkenaan dengan respnden, materi uji, dan tujuan
pengukuran.
d. Penulisan
Item atau Reviu Item
Setelah komponen –
komponen item jelas di identifikasikannya atau indicator – indikator perilaku
telah dirumuskan dengan benar, lazimnya disajikan dalam bentuk blue-print dalam bentuk table yang
memuat uraian komponen – komponen dan indicator – indicator perilaku dalam
setiap komponen, maka penulisan item dapat dimulai. Beberapa kaidah dalam
penulisan item ditunjukan loeh Sutrisno Hadi (2004: 165) dan Saifuddin Azwar
(2005: 35) disarikan sebagai berikut:
1) Gunakan
kalimat yang sederhana, jelas, dan mudah dimengerti oleh responden, serta
mengikuti tata tulis dan bahasa yang baku.
2) Hindari
penggunaan kata – kata yang bisabermakna gada dan yang tidak ada maknanya.
3) Hindari
pula kata – kata yang terlalu kuat (sugettif, menggiring) dan terlalu lemah
(tidak merangsang).
4) Selalu
diingat bahwa dalam penulisan item hendaknya selalu mengacu pada indicator
perilaku atau komponen atribut, dan oleh karena itu jangan menulis item yang
langsung menanyakan atribut yang hendak diungkap.
5) Selalu
perhatiakan indikator perilaku yang hendak diungkap sehingga stimulus dan
pilihan jawaban tetap relevan dengan yujuan pengukuran.
6) Perlu
menguji pilihan – pilihan jawaban yang telah ditulis, adakah perbedaan arti
atau makna antara dua piliha yang berbeda sesuai dengan ciri atribut yang
sedang diukur.
7) Perhatikan
bahwa isi item tidak boleh mengandung keinginan social pada umumnya dan
dianggap baik oleh norama social (social
desireability).
8) Untuk
menghidari stereotype jawaban atau cenderung memberikan jawaban pada sisi kanan
tanpa membaca atau mempertimbangkan kesesuaiaanya dengan diri responden, maka
sebagian item perlu dibuat dalam arah favorable (positif) dan sebagian lain
dibuat dalam arah tidak favorabel (negative)
e. Reviu
Item
Reviu pertama dilakukan oleh penulis
item sendiri, yaitu dengan selalu memeriksa ulang setiap item yang baru saja
ditulis apakah telah sesuai dengan indicator perilaku yang hendak diuangkap dan
apakah juga tidak keluar dari pedoman penulisan item. Kompetensi yang
diperlukan bagi orang yang dmintai mereviu adalah (a) menguasai masalah
konstruksi, (b) menguasai masalah atribut yang diukur, (c) menguasai bahasa
tulis standar.
f.
Uji Coba
Tujuan
utama uji coba adalah untuk mengetahui apakah kalimat – kalimat dalam item
mudah dan dapat dipahami oleh responden sebagaimana diinginkan oleh penulis
item. Reaksi – reaksi responden berupa pertanyaan – pertanyaan mengenai kata –
kata taua kalimat ang digunakan dalam item merupakan pertanda kurang
komunikasinya kalimat yang ditulis dan itu memerlukan perbaikan.
g.
Analisi Item
Merupakan
proses pengujian parameter – parameter item guna mengatahia apakah item
memenuhi prasyarat psikometris untuk disertakan sebagai bagian dari skala. Parameter
item yang perlu diuji sekurang – kurangnya adala daya beda atau daya diskriminasi item, yaitu kemampuan
item untuk membedakan antara subjek yang memiliki atribut yang diukur dan yang
tidak. Dalam analisi item yang lebih lengkap dilakukan juga analisi indeks
validitas dan indeks reliabilitas item.
h.
Kolpilasi I
Berdasarkan
hasil analisi item, maka item – item yang tidak memiliki prasyarat psikometris
akan disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu sebelu dapat menjadi bagian dari
skala. Di sisi laian, item – item yang memenuhi prasyarat juga tdak denga
sendirinya disertakan kedalam skala, sebab proses kompilasi skala masih harus
mempertimbangkan proporsionalitas komponen – komponen skala sebagaiman
didiskripsikan oleh blue-prin-nya.
Dari sini dapat dipahami, bahwa dalam mengumulkan (mengkompilasi) item – item
yang memenuhi prasyarat untuk menjadi bagian dari skala perlu meperhatikan (1)
apakah suatu item memenuhi prasyrat psikometris atau tidak, dan (2)
proporsionalita komponen – komponen skala seperti tertera dalam blue-print.
i.
Kompilasi II
Item
– item yang terpilih yang jumlahnya disesuaiakan dengan jumlah yang jumlahnya
telah dispesifikasikan oleh blue-print,
elanjutnya dilakukan uji reliabilitas. Apabila koefisien reliabilitas skala
ternyata belum memuaskan, maka penyusunan skala dapat kembali ke langkah
kompilasi dan merakit ulang skala dengan lebih mengutamakan item – item yang
memiliki daya beda tinggi sekalipun perlu mengubah proporsi item dalam setiap
komponen atau bagian skala. (2012: 201)
Sumber:
(di unduh pada tanggal 12 Mei 2015. Pukul 16.00)
(di unduh pada tanggal 12 Mei 2015. Pukul 16.12)
(di unduh pada tanggal 12 Mei 2015. Pukul 20.00)
Sutoyo, Anwar. 2012. Pemahaman Individu. Yogyakarta: Pustaka
Belajar
00.51
Unknown

1 komentar :
Contoh skala psykologis
Posting Komentar